Jumat, 24 Juni 2016

TOLAK UKUR BAIK DAN BURUK MENURUT AJARAN ISLAM
Tolok ukur kelakuan baik dan buruk mestilah merujuk kepada ketentuan Allah. Demikian rumus yang diberikan oleh kebanyakan ulama. Perlu ditambahkan, bahwa apa yang dinilai baik oleh Allah, pasti baik dalam esensinya. Demikian pula sebaliknya, tidak mungkin Dia menilai kebohongan sebagai kelakuan baik, karena kebohongan esensinya buruk.
Ajaran Islam adalah ajaran yang bersumber dari wahyu Allah swt,. Al-Qur’an yang penjabarannya dilakukan oleh hadis Nabi Muhammad saw. Masalah akhlak mendapat tempat perhatian yang besar dalam Islam. Penentuan baik dan buruk harus didasarkan kepada petunjuk al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad saw.
Konsep Baik dalam ajaran Islam, misalnya:
1.         Hasanah; sesuatu yang disukai atau dipandang baik (QS. 16: 125, 28: 84)
2.         Tayyibah; sesuatu yang memberikan kelezatan kepada panca indera dan jiwa (QS. 2: 57).
3.         Khair; sesuatu yang baik menurut umat manusia (QS. 2: 158).
4.         Mahmudah; sesuatu yang utama akibat melaksanakan sesuatu yang disukai Allah (QS. 17: 79).
5.         Karimah; perbuatan terpuji yang ditampakkan dalam kehidupan sehari-hari (QS. 17: 23).
6.         Birr; upaya memperbanyak perbuatan baik (QS. 2: 177).
Dengan demikian menjadi wajar kalau kemudian ada ulama’ yang menegaskan bahwa melakukan kebaikan lebih mudah dibandingkan kejahatan. Muhamad Abduh misalnya, dengan merujuk kepada Qs. al-Baqarah (2):286—laha ma kasabat wa ’alaha ma iktasabat—(untuk manusia ganjaran bagi perbuatan baik yang dilakukannya dan sanksi bagi perbuatan (buruk) yang dilakukannya), menyatakan bahwa iktasabat—dan semua kata yang berpatron demikian, memberikan arti adanya semacam upaya sungguh-sungguh dari pelakunya, bebeda dengan kasabat yang berarti dilakukan dengan mudah tanpa paksaan. Ini menandakan bahwa fitrah manusia pada dasarnya cenderung kepada kebaikan, sehingga dapat melakukan kebaikan dengan mudah. Berbeda dengan keburukan yang harus dilakukannya dengan susah payah dan keterpaksaan (ini tentu pada saat fitrah manusia masih berada dalam kesuciannya).
Adanya potensi manusia untuk bertindak baik dan buruk, meski kecendetungan mendasarnya ke arah kebaikan, jelas relevan dengan adanya konsep baik dan buruk dalam teori etika/akhlak. Memang dalam wacana teologis dikenal adanya dua konsep yang berlainan mengenai hal itu, yang antara lain direpresentasikan oleh Mu’tazilah dan Asy’ariah. Bagi Mu’tazilah, baik dan buruk itu bersifat esensial, dimana keadilan misalnya, ia dikatakan baik karena memang esensinya baik dan sebaliknya keburukan semisal dusta, ia dinyatakan buruk karena memang esensinya adalah buruk. Terhadap dua pandangan kontras ini kemudian M. Quraish Shihab memberikan penegasan bahwa tolok ukur kebaikan dan keburukan hanyalah ketentuan Allah yakni wahyu (al-Qur’an dan al-Hadis). Lebih jauh Shihab menambahkan, bahwa apa yang dinilai baik oleh Allah pastilah baik esensinya. Demikian pula sebaliknya, tidak mungkin Dia menilai kebohongan misalnya sebagai kelakuan baik, karena kebohongan esensinya adalah buruk. Kalau memang demikian dapat dikatakan bahwa kebaikan adalah hal-hal yang sesuai dengan ketentuan dan aturan Tuhan, dan pasti baik bula esensinya; sedangkan kejahatan adalah hal-hal yang dilarang dan tidak sesuai dengan aturan-aturan Tuhan, dan tentu juga buruk esensinya.
Semua sifat Allah tertuang dalam Al-Quran. Jumlahnya bahkan melebihi 99 sifat yang populer disebutkan dalam hadis.  Sifat-sifat Allah itu merupakan satu kesatuan. Bukankah Dia Esa di dalam zat, sifat, dan perbuatan-Nya? Karenanya tidak wajar jika sifat-sifat itu dinilai saling bertentangan. Artinya, semua sifat memiliki tempatnya masing-masing. ada tempat untuk keperkasaan dan keangkuhan Allah, juga tempat kasih sayang dan kelemah-lembutan-Nya. Ketika seorang Muslim meneladani sifat Al-Kibriya' (Keangkuhan Allah), ia harus ingat bahwa sifat itu tidak akan disandang oleh Tuhan kecuali dalam konteks ancaman terhadap para pembangkang, terhadap orang yang merasa dirinya superior. Ketika Rasul Saw melihat seseorang yang berjalan dengan angkuh di medan perang, beliau bersabda: "Itu adalah cara berjalan yang dibenci Allah, kecuali dalam kondisi semacam ini".
Seseorang yang berusaha meneladani sifat Al-Kibriya' tidak akan meneladaninya kecuali terhadap manusia-manusia yang angkuh. Dalam konteks ini ditemukan riwayat yang menyatakan: "Bersikap angkuh terhadap orang yang angkuh adalah sedekah".
Ketika seorang Muslim berusaha meneladani kekuatan dan kebesaran Ilahi, harus diingat bahwa sebagai makhluk ia terdiri dan jasad dan ruh, sehingga keduanya harus sama-sama kuat. Kekuatan dan kebesaran itu mesti diarahkan untuk membantu yang kecil dan lemah, bukan digunakan untuk menopang yang salah maupun yang sewenang-wenang. Karena ketika Al-Quran mengulang-ulang kebesaran Allah, Al-Quran juga menegaskan bahwa:
“Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang, angkuh lagi membanggakan diri (QS Luqman [31]: 18)”.
Jika seorang Muslim meneladani Allah Yang Mahakaya, ia harus menyadari bahwa istilah yang digunakan Al-Quran untuk menunjukkan sifat itu adalah Al-Ghani. Ini yang maknanya adalah tidak membutuhkan dan bukan kaya materi sehingga esensi sifat itu (kekayaan) adalah kemampuan berdiri sendiri atau tidak menghajatkan pihak lain, sehingga tidak perlu membuang air muka untuk meminta-minta.
“Orang-orang yang tidak tahu, menduga mereka kaya, karena mereka memelihara diri dari meminta-minta (QS Al-Baqarah [2]: 273).”
Tetapi dalam kedudukan manusia sebagai makhluk, ia sadar bahwa dirinya amat membutuhkan Allah:
“Wahai seluruh manusia, kamu sekalian adalah orang-orang faqir (butuh) kepada Allah (QS Fathir [35]: 15).”
Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam, rasul kita yang mulia mendapat pujian Allah. Karena ketinggian akhlak beliau sebagaimana firmanNya dalam surat Al Qalam ayat 4. bahkan beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam sendiri menegaskan bahwa kedatangannya adalah untuk menyempurnakan akhlak yang ada pada diri manusia, “Hanyalah aku diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan akhlak.” (HR.Ahmad, lihat Ash Shahihah oleh Asy Syaikh al Bani no.45 dan beliau menshahihkannya.
                                           Akhlak dalam Perspektif Alquran dan Hadits
 
1. Akhlak dalam Perspektif Alquran
Muhammad Fuad Abdul Baqi (tt : 311) mencatat bahwa dalam Alquran lafadz khulq ditemukan dalam dua surat, yaitu surat asy-Syu’ara ayat 137 dan surat al-Qalam ayat empat.
a. Surat asy-Syu’ara ayat 137
إِنْ هذا إلا خلق الأولين
(Yang demikian) ini tidak lain melainkan perangai orang-orang yang dahulu (Tafsir al-Furqon : 2004 : 726).
Ibnu Katsir (2009 : 3 : 1357) menjelaskan bahwa ayat tersebut merupakan jawaban kaum Hud terhadap Hud setelah ia memberikan peringatan dan ancaman kepada mereka. Pada ayat tersebut Allah swt menggunakan lafadz khulq, A Hasan menafsirkan bahwa khulq pada ayat tersebut adalah perangai.
b. Surat al-Qalam ayat 4
وإنك لعلى خلق عظيم
Dan sesungguhnya engkau (diciptakan) atas perangai yang besar (Tafsir al-Furqon : 2004 : 1124)
Terkait dengan ayat tersebut Ahmad Muhammad Syakir (2008 : 3 : 494) mencantumkan pendapat Ibnu Abbas, Mujahid, Sudiy, Robi’ bin Anas dan yang lainnya, menurut mereka maknanya adalah sesungguhnya (Muhammad) engkau benar-benar berada dalam agama yang agung. Dari penjelasan ayat tersebut, maka khuluq juga dapat diartikan agama.
Berdasarkan pemaparan dua ayat diatas, maka penulis berkesimpulan bahwa secara lafadz, khuluq di dalam Alquran hanya dijumpai dalam dua ayat, yaitu surat as-Syu’ara ayat 137 yang bermakna perangai, dan surat al-Qalam ayat empat yang bermakna agama. Tetapi, walaupun demikian bukan berarti Alquran tidak banyak membicarakan tentang akhlak, hanya saja perbuatan yang termasuk kategori akhlak di dalam Alquran diungkapkan dengan ungkapan yang berbeda-beda, seperti sabar, ikhlas, tawakkal, tawaddhu, jujur, adil dan sebagainya.
2. Akhlak dalam perspektif Hadits
Diantara hadits-hadits Nabi yang terkait dengan akhlak adalah sebagai berikut:
a. Akhlaq Rasulallah saw adalah Alquran
Ahmad Muhammad Syakir (2008 : 3 : 493) mencatat hadits yang diriwayatkan oleh Abdurrozzaq dari Ma’mar, dari Sa’ad bin Hisyam, ia berkata : “aku pernah bertanya kepada Aisyah, beritakanlah kepadaku tentang akhlak Rasul, maka Aisyah menjawab : ‘apakah engkau membaca al-Quran ?’ ia (Sa’ad) menjawab : ‘ya’, kata Aisyah :
كان خلقه القرأن
Akhlak Rasul adalah Alquran.
Selanjutnya Ahmad Muhammad Syakir menyebutkan bahwa hadits tersebut juga diriwayatkan oleh sahabat lain, yaitu Hasan, Jubair bin Nufair dan Mu’awiyah bin Sholih.
b. Rasulallah saw diutus untuk menyempurnakan akhlak
Dalam salah satu haditsnya Rasulallah saw pernah menyatakan
بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak
Dalam catatan kaki Ihya Ulumuddin (tt : 1 : 387) terdapat keterangan bahwa hadits tersebut ditakhrij oleh Ahmad, Hakim dan Baihaqi yang bersumber dari hadits Abu Hurairoh. Hakim berpendapat bahwa hadits tersebut shohih menurut shohih Muslim.
c. Rasul berdo’a agar dibaguskan akhlaknya
Do’a yang senantiasa dibaca oleh Rasulallah saw tentang akhlak baik yaitu :
أللهم كما أحسنت خقلي فأحسن خقلي
Ya Allah, sebagaimana engkau memperindah fisiku maka perbaikilah akhlakku
Dalam catatan kaki Ihya Ulumuddin (1989 : 2 : 386) terdapat keterangan bahwa hadits tersebut ditakhrij oleh Ahmad dari hadits Ibnu Mas’ud dan Aisyah. Kedua hadits tersebut baik, hadits Ibnu Mas’ud diriwayatkan oleh Ibnu Hibban.
D. Mengenal Akhlak Rasul
Bila kita mengamati hadits yang menjelaskan bahwa akhlak Rasul itu Alquran, maka kita akan memperoleh gambaran bahwa pada hakikatnya jika kita ingin mengenal akhlak Rasul maka tidak ada jalan lain melainkan harus mengenal Alquran lebih dekat dengan mengkajinya secara bertahap.
Ibnu Hajar (2004 : 10 : 513) mencantumkan pendapat al-Qurthubi bahwa akhlak itu terbagi kepada dua bagian, yaitu mahmudah dan madzmumah. Selanjutnya al-Qurthubi memberikan contoh bahwa yang termasuk kategori akhlak mahmudah itu adalah pemaaf, murah hati, dermawan, sabar, dan sebagainya. Sedangkan akhlak madzmumah sombong, dzholim, dusta dan sebagainya.
Jika kita mengamati konsep yang dikemukakan oleh imam al-Qurthubi tersebut, maka kita dapat menyimpulkan bahwa di dalam al-Quran Allah tidak hanya menyebutkan tentang akhlak mahmudah saja, tetapi mencakup juga akhlaq madzmumah. Akhlak mahmudah untuk dilakukan, sedangkan akhlak madzmumah untuk ditinggalkan.
Terkait dengan akhlak Nabi saw, Al-Ghozali (1989:2:389) menyebutkan diantara beberapa contohnya, yaitu lembut, berani, adil, pemaaf, tangannya tidak pernah sedikit pun menyentuh tangan perempuan, dermawan, dan sebagainya. Bila kita mengamati lebih jauh contoh akhlak maka sebenarnya perbuatan itu tertuang di dalam Al-Quran. Sifat pemaaf terdapat dalam surat Al-Araf : 199, Al-Maidah : 13, An-Nur : 22, dan Ali Imran : 134. sifat Adil tertuang dalam surat An-Nahl : 90, Dermawan dalam surat Ali Imran:134.
Selain menampilkan Akhlak Mahmudah, Rasul juga menghindari akhlak Mazdmumah, seperti Sombong, gibah, berbuat fahsya, berdusta, dan yang lainnya. Hal itu pun dijelaskan dalam Alquran, umpamanya Alquran melarang seseorang berbuat fasya yang terdapat dalam surat al-An’am : 151, larangan berbuat ghibah dalam surat al-Hujurat : 12, larangan sombong dalam surat Luqman : 18 dan masih banyak ayat-ayat lain yang melarang berakhlak buruk

                           AKHLAK TERCELA DAN AKHLAK TERPUJI

PENGERTIAN AKHLAK
Definisi akhlak secara bahasa berarti perangai, watak dasar, kebisaan, kelaziman dan peradaban yang baik. Sedangkan akhlak menurut istilah adalah sebagaimana menurut Ibnu Miskawaih (w.421 H/1030 M) yaitu :
حَالــــٌ لِلنَّفْسِ دَاعِيَةٌ الَهَا إِلَى أَفْعَا لِهَا مِنْ غَيْرِ فِكْرٍ وَلاَ رُوِيَةٍ
Artinya : “Sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”. (Drs. H. Abudin Nata, 2010)
Pengertian Akhlak Secara Etimologi, Menurut pendekatan etimologi, perkataan “akhlak” berasal dari bahasa Arab jama’ dari bentuk mufradnya “Khuluqun” yang menurut logat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuain dengan perkataan “khalkun” yang berarti kejadian, serta erat hubungan ” Khaliq” yang berarti Pencipta dan “Makhluk” yang berarti yang diciptakan.
Sedangkan menurut pendekatan secara terminologi, berikut ini beberapa pakar
mengemukakan pengertian akhlak sebagai berikut:
1.      Ibnu Miskawaih
Bahwa akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran lebih dahulu.6
2.      Imam Al-Ghazali
Akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan pertimbanagan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal dan syara’, maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak yang buruk.7
3.      Prof. Dr. Ahmad Amin
Sementara orang mengetahui bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu dinamakan akhlak. Menurutnya kehendak ialah ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah imbang, sedang kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah melakukannya, Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan ini mempunyai kekuatan, dan gabungan dari kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang lebih besar. Kekuatan besar inilah yang bernama akhlak.
Jika diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa seluruh definisi akhlak sebagaimana tersebut diatas tidak ada yang saling bertentangan, melainkan saling melengkapi, yaitu sifat yang tertanam kuat dalam jiwa yang nampak dalam perbuatan lahiriah yang dilakukan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran lagi dan sudah menjadi kebiasaan.
Jadi, akhlak islam bersifat mengarahkan, membimbing, mendorong, membangun peradaban manusia dan mengobati bagi penyakit sosial dari jiwa dan mental, serta tujuan berakhlak yang baik untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
MACAM-MACAM AKHLAK
Secara garis besar akhlak dibagi dalam dua bagian, yaitu akhlak baik (al-akhlak al-karimah) dan akhlak buruk (al-akhlak al-mazmumah).
Secara teoritas macam-macam akhlak berinduk kepada tiga bagian yaitu hikmah (bijaksana), syaja’ah (perwira atau kesatria) dan iffah (menjaga diri dari perbuatan dosa dan maksiat. Ketiga macam induk akhlak ini muncul dari sikap adil, yaitu sikap pertengahan atau seimbang dalam mempergunakan tiga potensi rohani yang terdapat dalam diri manusia, yaitu ‘aql (pemikiran) yang berpusat di kepala, ghodob (amarah) yang berpusat di dada, dan nafsu syahwat (dorongan seksual) yang berpusat di perut. Akal yang digunakan secara adil akan menimbulkan hikmah, sedangkan amarah yang digunakan secara adil akan menimbulkan sikap perwira, dan nafsu syahwat yang digunakan secara adil akan menimbulkan sikap iffah yaitu dapat memelihara diri dari perbutan dosa dan maksiat. Dengan demikian inti akhlak pada akhirnya bermuara pada sikap adil dalam mempergunakan potensi rohaniah yang dimiliki manusia.
1.      AKHLAK TERPUJI (AL-AKHLAK AL-KARIMAH)
Akhlak Al-karimah atau akhlak yang mulia sangat amat jumlahnya, namun dilihat dari segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia, akhlak yang mulia itu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
A.     Akhlak Terhadap Allah
Akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji demikian Agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikatpun tidak akan menjangkau hakekatnya.
B.     Akhlak terhadap Diri Sendiri
Akhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebgai ciptaan dan amanah Allah yang harus dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya. Contohnya: Menghindari minuman yang beralkohol, menjaga kesucian jiwa, hidup sederhana serta jujur dan hindarkan perbuatan yang tercela.
C.     Akhlak terhadap sesama manusia
Manusia adalah makhluk social yang kelanjutan eksistensinya secara fungsional dan optimal banyak bergantung pada orang lain, untuk itu, ia perlu bekerjasama dan saling tolong-menolong dengan orang lain. Islam menganjurkan berakhlak yang baik kepada saudara, Karena ia berjasa dalam ikut serta mendewasaan kita, dan merupakan orang yang paling dekat dengan kita. Caranya dapat dilakukan dengan memuliakannya, memberikan bantuan, pertolongan dan menghargainya.
Berdasarkan petunjuk ajaran Islam dijumpai berbagai macam akhlak yang terpuji, di antaranya:
a)      Ikhlas
Prof. Dr. Hamka mendefinisikan ikhlas ialah bersih, tidak ada campuran, ibarat emas adalah emas tulen (asli) tidak bercampur perak sedikitpun, maksudnya ikhlas berarti murni dan bersih dari sifat tamak, riya, dan sombong kepada siapapun juga.
b)      Taat
Taat artinya telah memenuhi dan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan Allah, dengan ikhlas semata-mata mengharap ridho Allah. Taat dalam hal ini juga dapat disebut dengan taqwa kepada Allah. Cara menaati Allah dapat dilakukan dengan mengikuti ketentuan-ketentuan didalam Al-Qur’an dan mencontoh prilaku Rasulullah SAW.
c)      Khauf
Khauf artinya bersikap takut dan khawatir. Akhlak khauf terhadap Allah artinya senantiasa  takut dan khawatir terhadap Allah SWT akan azab-Nya apabila melanggar larangan-Nya karena Allah selalu mengawasi segala perbuatan hamba-hamba-Nya.
d)     Tobat
Tobat artinya meninggalkan perbuatan salahj atau dosa dengan penyesalan. Akhlak tobat kepada Allah artinya sikap untuk meninggalkan sifat dan perbuatan dosa dengan penyesalan diiringi niat untuk tidak melakukan perbuatan dosa itu lagi.
Jadi, manusia menyaksikan dan menyadari bahwa Allah telah mengaruniakan kepadanya keutamaan yang tidak dapat terbilang dan karunia kenikmatan yang tidak bisa dihitung banyaknya, semua itu perlu disyukurinya dengan berupa berzikir dengan hatinya. Sebaiknya dalm kehidupannya senantiasa berlaku hidup sopan dan santun menjaga jiwanya agar selalu bersih, dapat terhindar dari perbuatan dosa, maksiat, sebab jiwa adalah yang terpenting dan pertama yang harus dijaga dan dipelihara dari hal-hal yang dapat mengotori dan merusaknya. Karena manusia adalah makhluk sosial maka ia perlu menciptakan suasana yang baik, satu dengan yang lainnya saling berakhlak yang baik.
2.      AKHLAK TERCELA (AL-AKHLAK AL-MAZMUMAH)
Akhlak Al-mazmumah (akhlak yang tercela) adalah sebagai lawan atau kebalikan dari akhlak yang baik seagaimana tersebut di atas. Dalam ajaran Islam tetap membicarakan secara terperinci dengan tujuan agar dapat dipahami dengan benar, dan dapat diketahui cara-cara menjauhinya. Berdasarkan petunjuk ajaran Islam dijumpai berbagai macam akhlak yang tercela, di antaranya:
A.     Berbohong
Ialah memberikan atau menyampaikan informasi yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya.
B.     Takabur (sombong)
Ialah merasa atau mengaku dirinya besar, tinggi, mulia, melebihi orang lain. Pendek kata merasa dirinya lebih hebat.
C.     Dengki
Ialah rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang diperoleh orang lain.
D.    Bakhil atau kikir
Ialah sukar baginya mengurangi sebagian dari apa yang dimilikinya itu untuk orang lain.
Sebagaimana diuraikan di atas maka akhlak dalam wujud pengamalannya di bedakan menjadi dua: akhlak terpuji dan akhlak yang tercela. Jika sesuai dengan perintah Allah dan rasulnya yang kemudian melahirkan perbuatan yang baik, maka itulah yang dinamakan akhlak yang terpuji, sedangkan jika ia sesuai dengan apa yang dilarang oleh Allah dan rasulnya dan melahirkan perbuatan-perbuatan yang buruk, maka itulah yang dinamakan akhlak yang tercela.
 

Apa Pengertian Akhlak

Mari berpikir dan merenung sejenak, APAKAH anda telah mengetahui apa itu akhlak? kalau anda telah tahu, tentulah anda mengetahui apa pengertian akhlak dan apa saja macam macam akhlak itu sendiri.
Pengertian akhlak secara sederhana berarti perilaku atau tingkah laku yang secara sadar dilakukan berulangkali. 
Artinya ada akhlak yang baik dan ada akhlak yang buruk. Ya TEPAT !. Pengertian akhlak secara sederhana diatas tidak membatasi apakah akhlak itu harus baik, intinya bila aktivitas ataupun perbuatan ataupun reaksi atas suatu perihal dilakukan berulangulang kali maka disebut akhlak.
Kenapa pengertian akhlak diatas sangat sederhana? Terkesan tidak membatasi bukan!, itu karena kata akhlak sendiri adalah bentuk jamak yang berasal dari kata tunggal  Khuluk (Bahasa arab) yang berarti tabiat, tingkah laku dan bahkan ada yang mengartikannya sebagai agama (Berliana Katarkusumah).
Untuk membahas akhlak lebih jauh lagi, anda harus membaca beberapa pengertian akhlak oleh beberapa ahli khususnya ahli agama dan lainnya dibawah ini.
Menurut beberapa pakar dalam bidang akhlak seperti Ahmad Ibn Muhammad Miskawaih Razi atau Ibnu Miskawaih (penulis buku Tahdzibul achlaq wa tathhirul a'raaq dan Tartib as Sa'adah tentang akhlak), Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i (Imam Al Gazali), dan Ahmad Amin (penulis buku Dhuhal Islam yang kontroversial) menyatakan bahwa pengertian akhlak adalah 
perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.
Menurut Nurcholish Madjid, bahwa istilah akhlak atau khuluq merupakan satu akar kata dengan khalq atau penciptaan, khaliq (pencipta) dan makhluq (ciptaan), yang semuanya mengacu pada pandangan dasar Islam mengenai penciptaan manusia, bahwasanya manusia diciptakan dalam kebaikan, kesucian dan kemulian sebagai "sebaik baiknya ciptaan" (ahsanu taqwim). Lebih lanjut dijelaskan oleh Bapak Nurcholish madjid bahwa manusia akan terbimbing ke arah akhlak yang mulia jika beriman kepada Allah dengan berbagai turunan caranya (derivasi). Selanjutnya manusia akan menerjemahkan imannya menjadi tingkah laku yang penuh tanggungjawab kepada sesama manusia, dengan jalan saling berpesan tentang kebenaran serta saling berpesan tentang ketabahan. Kecenderungan mendasar manusia terhadap kebaikan tersebut dapat ditemukan dalam QS Ar-Rum (30):30 dengan istilah Fitrah.
Tentu bila anda melihat dalam KBBI, pengertian akhlak akan lebih sederhana dari pengertian akhlak sederhana diatas, yaitu 
suatu budi pekerti atau kelakuan.
Kemudian, Quraish menjelaskan bahwa kata akhlak biasa digunakan dalam bentuk tunggal yaitu khuluq, seperti dalam surah Al-Qalam ayat 4 
"Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti (khuluq) yang aqung"
Dalam hadis Nabi Muhammad SAW, penggunaan konsep akhlak dalam berbagai konteks misalnya berbunyi "Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia". atau "Tidak ada sesuatu yang lebih berat timbangan (amal) seorang mukmin pada hari Kiamat melebihi akhlak yang luhur". Disini Quraish ingin menjelaskan tentang pengertian akhlak di dalam Agama Islam tidak dapat disamakan dengan pengertian etika. Apabila etika hanya didefinisikan sebagai arti sopan santun antarsesama manusia, serta hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriah. Istilah akhlak sesungguhnya memiliki makna yang luas meliputi pelbagai aspek. Aspek aspek akhlak mulai dari akhlak terhadap Allah, hingga kepada sesama makhluk biotik dan nonbiotik.
Hal yang serupa disampaikan oleh Endang Saifuddin Anshari bahwa istilah akhlak merupakan aspek ketiga dalam agalam Islam selain akidah dan aspek syariat. Pada garis besarnya akhlak Islam terdiri atas akhlak manusia terhadap Pencipta, dan akhlak manusia terhadap sesama makhluk.
Serupa dengan pengertian akhlak diatas, menurut Ahmadi (2004) bahwa akhlak berasal dari rangkaian huruf kha-la-qa yang berarti menciptakan. Kata halaqa mengingatkan tentang kata Al Khaliq atau pencipta yaitu Allah SWT dan kata Makhluk yaitu seluruh yang diciptakan oleh  Allah SWT. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengertian akhlak adalah suatu perilaku yang menghubungkan antara Allah SWT dan makhlukNya (FIP-UPI).
-------------------------------------------------------
Lebih lengkap dalam buku "Ilmu dan Aplikasi Pendidikan" tentang Pengertian Akhlak menurut Al Ghazali bahwa kata al-khalq adalah 'fisik' dan al khuluq berati akhlak. Al-khalq karena manusia tersusun atas fisik yang dapat dilihat oleh mata kepala dan ruh yang dapat ditangkap oleh mata batin. Ruh yang dapat ditangkap oleh mata batin memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan nilai fisik yang ditangkap oleh mata kepala. 
Kata Al khuluq merupakan satu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari hal tersebut lahirlah perbuatan perbuatan dengan mudah tanpa memikirnya dirinya dan merenung terlebih dahulu. Apabila sifat yang tertanam darinya terlahir perbuatan perbuatan buruk maka sifat tersebut dinamakan akhlak buruk. Al khuluq adalah suatu sifat jiwa dan gambaran batinnya. 
Agar terwujud keindahan akhlak atau akhlak baik, dalam batin manusia ada empat rukun yang harus terpenuhi yaitu kekuatan ilmu, kekuatan marah, kekuatan syahwat, dan kekuatan untuk adil terhadap tiga kekuatan sebelumnya (Mahmud, 2004:28). Ditambahkan pula bahwa puncak dari akhlak adalah hikmah (Al Hikmah) yaitu kepahaman terhadap Al Qur'an dan As Sunnah. Al Hikmah sendiri akan dibentuk oleh kekuatan atas tujuan dalam mencari ilmu untuk membedakan yang kebenaran dan kebatilan serta keindahan dan keburukan yang terolah dengan baik pula.
---------------------------------------
Sedangkan menurut Encyclopedia Brittanica, pengertian akhlak diarahkan kepada ilmu akhlak yaitu
Sebagai studi yang sistematik tentang tabiat dari pengertian nilai baik, buruk, seharusnya benar, salah dan sebaginya tentang prinsip umum dan dapat diterapkan terhadap sesuatu, selanjutnya dapat disebut juga sebagai filsafat moral
Jadi, sudah mengerti tentang pengertian akhlak, dalam beberapa hadis dijelaskan pula tentang akhlak seperti dibawah ini:
Rasulullah saw. bersabda:
Pengertian Akhlak dan Macam Macam Akhlak
Dalam HR Imam Malik dalam al-Muwathatha', 2:212, al-Halabi, Kairo,1371 H.
 Selanjutnya, dapat diambil beberapa poin poin tentang pengertian akhlak diatas  seperti syarat syarat yang harus dimiliki oleh individu ataupun manusia untuk dapat dikatakan berakhlak (baik ataupun buruk)  serta macam macam akhlak (pembagian akhlak ) dan contoh contoh akhlak itu sendiri.

Syarat Agar disebut Berakhlak

Perbuatan yang baik atau buruk.
Kemampuan melakukan perbuatan.
Kesadaran akan perbuatan itu
Kondisi jiwa yang membuat cenderung melakukan perbuatan baik atau buruk

Macam Macam Akhlak / Pembagian Akhlak

 Sebenarnya, berdasarkan beberapa pengertian akhlak diatas, saya juga masih terbilang pusing untuk membatasinya menjadi satu atau dua macam akhlak saja, oleh karena itu, lebih membaginya menjadi beberapa macam bagian besar akhlak itu sendiri yaitu:
1. Macam Macam Akhlak Berdasarkan Arahnya
2. Macam Macam Akhlak Berdasarkan kualitasnya
Sebelum kita sebutkan beberapa macam akhlak diatas, sumber atau asal dari akhlak perlu anda ketahui yaitu dalam beberapa sumber dituliskan bahwa akhlak berasal dari Agama (Sepertinya lebih mengarah ke akhlak yang baik), ada juga yang menuliskan berdasarkan perilaku yang diulang ulang (dapat berarti kebiasaan) artinya bersumber dari lingkungan sosial. Ada juga yang menambahkan bahwa sumber akhlak juga dari moral (Tetapi sepertinya, tetap sepertinya lebih banyak melahirkan akhlak baik, kecuali pada beberapa bangsa, ataupun kepercayaan adat yang mistis seperti menganut animisme ataupun satanis).

1. Macam Macam Akhlak Berdasarkan Arahnya

Seperti yang disebutkan pada beberapa pengertian akhlak diatas, bahwa terdapat dua arah dari akhlak yaitu  pertama, akhlak kepada Allah swt. dan kedua, akhlak kepada ciptaan-Nya. Akhlak kepada Allah swt artinya perilaku yang dilakukan oleh manusia atau individu kepada Allah swt. baik itu baik ataupun buruk, Adapun untuk mengetahui akhlak tersebut baik ataupun buruk, dapat ditentukan berdasarkan ketentuan dalam Al-Qur'an dan As Sunnah.
Macam macam akhlak berdasarkan arahnya yang kedua adalah kepada ciptaan-Nya. Dijelaskan diatas bahwa abiotik dan biotik. Segala sesuatu yang ada adalah ciptaan-Nya. Oleh karena itu, dapat dibagi kepada sesama manusia, akhlak terhadap hewan, akhlak terhadap tumbuhan, akhlak terhadap lingkungan, akhlak terhadap negara, akhlak terhadap keluarga, dan banyak lagi macam akhlak terhadap makhluk ciptaan-Nya.

2. Macam Macam Akhlak Berdasarkan Kualitasnya

Hal ini sudah jelas, yaitu terbagi atas dua macam yaitu akhlak baik dan akhlak buruk. Akhlak baik atau Al-Hamidah secara sederhana adalah perbuatan yang memberikan anda pahala sedangkan akhlak buruk atau Adz-Dzamimah berarti perbuatan yang memberikan anda dosa. Hal ini sudah tentu diterangkan oleh kitab kitab suci Agama.
Akan tetapi bagaimana apabila ada perbuatan yang tidak diterangkan dalam kitab suci tertentu. Mudah, untuk membedakan bahwa akhlak tersebut baik atau buruk maka dapat dilihat dari tujuan dari perbuatan tersebut, proses yang dilakukan dalam berbuat dan akibat yang terjadi dari perbuatan tersebut.

Akhlak

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik.
Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat.[2] cara membedakan akhlak, moral dan etika yaitu Dalam etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolok ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam moral dan susila menggunakan tolok ukur norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung dalam masyarakat (adat istiadat), dan dalam akhlaq menggunakan ukuran Al Qur’an dan Al Hadis untuk menentukan baik-buruknya.
Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.[3]
Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja.[4] Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat.[2] Apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah pencerminan dari akhlak.[2]
Dalam Encyclopedia Brittanica[5], akhlak disebut sebagai ilmu akhlak yang mempunyai arti sebagai studi yang sistematik tentang tabiat dari pengertian nilai baik, buruk, seharusnya benar, salah dan sebaginya tentang prinsip umum dan dapat diterapkan terhadap sesuatu, selanjutnya dapat disebut juga sebagai filsafat moral.[2]

Syarat

Tolong-menolong merupakan salah satu akhlak baik terhadap sesama
Ada empat hal yang harus ada apabila seseorang ingin dikatakan berakhlak.[2]
  1. Perbuatan yang baik atau buruk.
  2. Kemampuan melakukan perbuatan.
  3. Kesadaran akan perbuatan itu
  4. Kondisi jiwa yang membuat cenderung melakukan perbuatan baik atau buruk

Sumber

Akhlak bersumber pada agama.[2] Perangai sendiri mengandung pengertian sebagai suatu sifat dan watak yang merupakan bawaan seseorang.[2] Pembentukan peragai ke arah baik atau buruk, ditentukan oleh faktor dari dalam diri sendiri maupun dari luar, yaitu kondisi lingkungannya.[2] Lingkungan yang paling kecil adalah keluarga, melalui keluargalah kepribadian seseorang dapat terbentuk. Secara terminologi akhlak berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik.[2] Para ahli seperti Al Gazali menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu. Peragai sendiri mengandung pengertian sebagai suatu sifat dan watak yang merupakan bawaan seseorang.[2]

Budi pekerti

Budi pekerti pada kamus bahasa Indonesia merupakan kata majemuk dari kata budi dan pekerti [1]. Budi berarti sadar atau yang menyadarkan atau alat kesadaran.[2] Pekerti berarti kelakuan.[2] Secara terminologi, kata budi ialah yang ada pada manusia yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong oleh pemikiran, rasio yang disebut dengan nama karakter.[2] Sedangkan pekerti ialah apa yang terlihat pada manusia, karena didorong oleh perasaan hati, yang disebut behavior.[2] Jadi dari kedua kata tersebut budipekerti dapat diartikan sebagai perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang bermanifestasi pada karsa dan tingkah laku manusia.[2] Penerapan budi pekerti tergantung kepada pelaksanaanya.[2] Budi pekerti dapat bersifat positif maupun negatif.[2] Budi pekerti itu sendiri selalu dikaitkan dengan tingkah laku manusia. Budi pekerti didorong oleh kekuatan yang terdapat di dalam hati yaitu rasio.[2] Rasio mempunyai tabiat kecenderungan kepada ingin tahu dan mau menerima yang logis, yang masuk akal dan sebaliknya tidak mau menerima yang analogis, yang tidak masuk akal.[2]
Selain unsur rasio di dalam hati manusia juga terdapat unsur lainnya yaitu unsur rasa.[2] Perasaan manusia dibentuk oleh adanya suatu pengalaman, pendidikan, pengetahuan dan suasana lingkungan.[2] Rasa mempunyai kecenderungan kepada keindahan [2] Letak keindahan adalah pada keharmonisan susunan sesuatu, harmonis antara unsur jasmani dengan rohani, harmonis antara cipta, rasa dan karsa, harmonis antara individu dengan masyarakat, harmonis susunan keluarga, harmonis hubungan antara keluarga.[2] Keharmonisan akan menimbulkan rasa nyaman dalam kalbu dan tentram dalam hati.[2] Perasaan hati itu sering disebut dengan nama “hati kecil” atau dengan nama lain yaitu “suara kata hati”, lebih umum lagi disebuut dengan nama hati nurani.[2] Suara hati selalu mendorong untuk berbuat baik yang bersifat keutamaan serta memperingatkan perbuatan yang buruk dan brusaha mencegah perbuatan yang bersifat buruk dan hina.[2] Setiap orang mempunyai suara hati, walaupun suara hati tersebut kadang-kadang berbeda. [6]. Hal ini disebabkan oleh perbedaan keyakinan, perbedaan pengalaman, perbedaan lingkungan, perbedaan pendidikan dan sebagainya. Namun mempunyai kesamaan, yaitu keinginan mencapai kebahagiaan dan keutamaan kebaikan yang tertinggi sebagai tujuan hidup.[2]

Karsa

Dalam diri manusia itu sendiri terdapat karsa yang berhubungan dengan rasio dan rasa.[2] Karsa disebut dengan kemauan atau kehendak, hal ini tentunya berbeda dengan keinginan.[2] Keinginan lebih mendekati pada senang atau cinta yang kadang-kadang berlawanan antara satu keinginan dengan keinginan lainnya dari seseorang pada waktu yang sama, keinginan belum menuju pada pelaksanaan.[2] Kehendak atau kemauan adalah keinginan yang dipilih di antara keinginan-keinginan yang banyak untuk dilaksanakan.[2] Adapun kehendak muncul melalui sebuah proses sebagai berikut[7]:
  • Ada stimulan kedalam panca indera
  • Timbul keinginan-keinginan
  • Timbul kebimbangan, proses memilih
  • Menentukan pilihan kepada salah satu keinginan
  • Keinginan yang dipilih menjadi salah satu kemauan, selanjutnya akan dilaksanakan.
Perbuatan yang dilaksanakan dengan kesadaran dan dengan kehendaklah yang disebut dengan perbuatan budi pekerti.[1]

Moral

Moral, etika dan akhlak memiliki pengertian yang sangat berbeda. Moral berasal dari bahasa latinyaitu mos, yang berarti adat istiadat yang menjadi dasar untuk mengukur apakah perbuatan seseorang baik atau buruk [8]. Dapat dikatakan baik buruk suatu perbuatan secara moral, bersifat lokal. Sedangkan akhlak adalah tingkah laku baik, buruk, salah benar, penilaian ini dipandang dari sudut hukum yang ada di dalam ajaran agama. Perbedaan dengan etika, yakni Etika adalah ilmu yang membahas tentang moralitas atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan moralitas. Etika terdiri dari tiga pendekatan, yaitu etika deskriptif, etika normatif, dan metaetika [9]. Kaidah etika yang biasa dimunculkan dalam etika deskriptif adalah adat kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Sedangkan kaidah yang sering muncul dalam etika normatif, yaitu hati nurani, kebebasan dan tanggung jawab, nilai dan norma, serta hak dan kewajiban. Selanjutnya yang termasuk kaidah dalam metaetika adalah ucapan-ucapan yang dikatakan pada bidang moralitas. Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa etika adalah ilmu, moral adalah ajaran, dan akhlak adalah tingkah laku manusia [10].

Pembagian Akhlak

Akhlak Baik (Al-Hamidah)

1. Jujur (Ash-Shidqu)

adalah suatu tingkah laku yang didorong oleh keinginan (niat) yang baik dengan tujuan tidak mendatangkan kerugian bagi dirinya maupun oranglain.

2. Berprilaku baik (Husnul Khuluqi)

3. Malu (Al-Haya')

4. Rendah hati (At-Tawadlu')

5. Murah hati (Al-Hilmu)

6. Sabar (Ash-Shobr)

Dari 'Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, semoga Allah merelakannya, berkata, "Rasulullah SAW. bersabda", "Ketika Allah mengumpulkan segenap makhluk pada hari kiamat kelak, menyerulah Penyeru", "Di manakah itu, orang-orang yang utama (ahlul fadhl) ?". Maka berdirilah sekelompok manusia, jumlah mereka sedikit, dengan cepatnya mereka bergegas menuju syurga, para malaikat berpapasan dengan mereka, lalu menyapa mereka. "Kami lihat kalian begitu cepat menuju syurga, sipakah kalian ?". Orang-orang ini menjawab, "Kamilah itu orang-orang yang utama (ahlul fadhl)". "Apa keutamaan kalian ?", tanya para malaikat. Orang-orang ini memperjelas, "Kami, jika didzalimi, kami bersabar. Jika diperlakukan buruk, kami memaafkan. Jika orang lain khilaf pada kami, kamipun tetap bermurah hati". Akhirnya dikatakan pada mereka, "Masuklah ke dalam syurga, karena demikian itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal". Setelah itu menyerulah lagi penyeru, :"Di manakan itu, orang-orang yang bersabar (ahlush shabr) ?". Maka berdirilah sekelompok manusia, jumlah mereka sedikit, dengan cepatnya mereka bergegas menuju syurga, para malaikat berpapasan dengan mereka, lalu menyapa mereka. "Kami lihat kalian begitu cepat menuju syurga, sipakah kalian ?". Orang-orang ini menjawab, "Kamilah itu orang-orang yang sabar (ahlush shabr). "Kesabaran apa yang kalian maksud ?", tanya para malaikat. Orang-orang ini memperjelas, "Kami sabar bertaat pada Allah, kamipun sabar tak bermaksiat padaNya. Akhirnya Dikatakan pada mereka, "Masuklah ke dalam syurga, karena demikian itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal". (Hilyatul Auliyaa'/ Juz III/ Hal. 140)

Akhlak Buruk (Adz-Dzamimah)

1. Mencuri/mengambil bukan haknya 2. Iri hati 3. Membicarakan kejelekan orang lain (bergosip) 4. Membunuh 5. Segala bentuk tindakan yang tercela dan merugikan orang lain ( mahluk lain)

Ruang Lingkup Akhlak

Akhlak pribadi

Yang paling dekat dengan seseorang itu adalah dirinya sendiri, maka hendaknya seseorang itu menginsyafi dan menyadari dirinya sendiri, karena hanya dengan insyaf dan sadar kepada diri sendirilah, pangkal kesempurnaan akhlak yang utama, budi yang tinggi. Manusia terdiri dari jasmani dan rohani, disamping itu manusia telah mempunyai fitrah sendiri, dengan semuanya itu manusia mempunyai kelebihan dan dimanapun saja manusia mempunyai perbuatan.[1]

Akhlak berkeluarga

Akhlak ini meliputi kewajiban orang tua, anak, dan karib kerabat. Kewajiban orang tua terhadap anak, dalam islam mengarahkan para orang tua dan pendidik untuk memperhatikan anak-anak secara sempurna, dengan ajaran –ajaran yang bijak, setiap agama telah memerintahkan kepada setiap oarang yang mempunyai tanggung jawab untuk mengarahkan dan mendidik, terutama bapak-bapak dan ibu-ibu untuk memiliki akhlak yang luhur, sikap lemah lembut dan perlakuan kasih sayang. Sehingga anak akan tumbuh secara sabar, terdidik untuk berani berdiri sendiri, kemudian merasa bahwa mereka mempunyai harga diri, kehormatan dan kemuliaan.[1]
Seorang anak haruslah mencintai kedua orang tuanya karena mereka lebih berhak dari segala manusia lainya untuk engkau cintai, taati dan hormati.[1] Karena keduanya memelihara,mengasuh, dan mendidik, menyekolahkan engkau, mencintai dengan ikhlas agar engkau menjadi seseorang yang baik, berguna dalam masyarakat, berbahagia dunia dan akhirat.[1] Dan coba ketahuilah bahwa saudaramu laki-laki dan permpuan adalah putera ayah dan ibumu yang juga cinta kepada engkau, menolong bapak dan mamakmu dalam mendidikmu, mereka gembira bilamana engkau gembira dan membelamu bilamana perlu.[1] Pamanmu, bibimu dan anak-anaknya mereka sayang kepadamu dan ingin agar engkau selamat dan berbahagia, karena mereka mencintai ayah dan ibumu dan menolong keduanya disetiap keperluan.[1]

Akhlak bermasyarakat

Tetanggamu ikut bersyukur jika orang tuamu bergembira dan ikut susah jika orang tuamu susah, mereka menolong, dan bersam-sama mencari kemanfaatan dan menolak kemudhorotan, orang tuamu cinta dan hormat pada mereka maka wajib atasmu mengikuti ayah dan ibumu, yaitu cinta dan hormat pada tetangga.[1]
Pendidikan kesusilaan/akhlak tidak dapat terlepas dari pendidikan sosial kemasyarakatan, kesusilaan/moral timbul di dalam masyarakat. Kesusilaan/moral selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat. Sejak dahulu manusia tidak dapat hidup sendiri–sendiri dan terpisah satu sama lain, tetapi berkelompok-kelompok, bantu-membantu, saling membutuhkan dan saling mepengaruhi, ini merupakan apa yang disebut masyarakat. Kehidupan dan perkembangan masyarakat dapat lancar dan tertib jika tiap-tiap individu sebagai anggota masyarakat bertindak menuruti aturan-aturan yang sesuai dengan norma- norma kesusilaan yang berlaku.[1]

Akhlak bernegara

Mereka yang sebangsa denganmu adalah warga masyarakat yang berbahasa yang sama denganmu, tidak segan berkorban untuk kemuliaan tanah airmu, engkau hidup bersama mereka dengan nasib dan penanggungan yang sama. Dan ketahuilah bahwa engkau adalah salah seorang dari mereka dan engkau timbul tenggelam bersama mereka.[1]

Akhlak beragama

Akhlak ini merupakan akhlak atau kewajiban manusia terhadap tuhannya, karena itulah ruang lingkup akhlak sangat luas mencakup seluruh aspek kehidupan, baik secara vertikal dengan Tuhan, maupun secara horizontal dengan sesama makhluk Tuhan.